Jumat, 25 Oktober 2013

Haruskah Kusimpan Sendiri?

Mencintai memang tak harus memiliki. Dengan melihat orang yang kau cintai bahagia itupun sudah menjadi kebahagiaan tersendiri bagimu. Ya, itulah yang selalu dikatakan para penyair dan pepatah-pepatah. Aku berusaha mempercayainya dan mencoba untuk puas dengan hanya memandangimu dari kejauhan. Tanpa pernah mempunyai kesempatan untuk merengkuhmu, menggenggam jemarimu, mengusap pipimu, mengacak rambutmu dan tindakan-tindakan kecil namun mampu mengalirkan sensasi rasa sayang yang membuncah seperti yang dilakukan wanita itu padamu.
Kamu tak pernah tahu, seberapa keras aku menahan diriku untuk tak berlari ke arahmu dan memelukmu. Betapa inginnya aku meneriakkan seluruh perasaan yang selama ini menumpuk dan terpendam jauh begitu dalam di hatiku.
Pernah suatu saat, kau menyapaku. Kemudian menanyakan keberadaan guru yang sedang mengajar pada saat itu, karena kau berniat bolos untuk menyaksikan penampilan kekasihmu di kompetisi yang diikutinya di sekolah. Ya, statusku hanyalah seorang-teman-sekelas-yang-tak-pernah-bisa-menyapanya-apabila-tak-disapa-terlebih-dulu. Dan aku bukanlah sebuah alasan yang bisa membuatnya lebih memilih bolos di saat jam belajar-mengajar berlangsung. Aku bukanlah wanita yang di prioritaskan olehnya, seperti dia selalu menomorsatukan kekasihnya itu. Karena aku memang bukan siapa-siapa.
Tapi aku memilih untuk merasa puas. Puas karena dia memilihku sebagai tempat bertanya. Puas karena dia membutuhkan sedikit informasi dariku. Puas karena dia mengetahui namaku. Karena namaku terdengar lebih indah ketika dia yang menyebutnya. Ya, aku bersyukur karena dilahirkan sebagai wanita yang selalu merasa puas akan apa yang kuterima. Hanya dalam kasus ini tentunya.
Namun... Sampai kapan? Sampai kapan aku harus terus merasa puas dengan kepuasanku sendiri? Sampai kapan aku bisa merasa puas hanya dengan status teman-sekelas-yang-tak-kau-kenali-lebih-dalam?
Andai saja saat itu pertanyaan yang terlontar dari mulutmu adalah apakah aku mempunyai perasaan yang berbeda padamu. Apakah selama ini aku diam-diam memperhatikanmu. Apakah selama ini aku bisa dengan mudah mengabaikan keberadaanmu. Tentuk aku tak akan mengelak. Karena dengan sedikit pancingan darimu, aku akan dengan mudah menyatakan perasaanku. Aku tak pernah menganggap wanita yang menyatakan perasaan lebih dulu itu salah. Hei... Sekarang 2013!!
Sudah cukup lama bagiku mencintaimu bagai langit mendung yang enggan untuk menumpahkan seluruh muatan yang dibendungnya. Tak mudah bagiku mengagumimu layaknya itik yang tak sudi masuk ke dalam kolam susu. Bukan karena merasa angkuh, namun sebaliknya, aku merasa tak layak, tak pantas. Sebatas menjadi pengagummu pun aku merasa tak pantas. Aku memang begitu pengecut. Tak pernah berani menghadapi pangeran tampan sepertimu dan mengakui perasaanku. Aku hanya.... Khawatir. Khawatir bila kau malah semakin tak menyukaiku. Khawatir kau malah menganggapku sebagai kuman yang tak seharusnya berada disekitarmu. Aku tak pernah menginginkan kau membalas perasaanku. Yang kuingin hanyalah kau mengetahui perasaanku. Sedikit menganggap keberadaanku. Sedikit menoleh kepadaku. Sedikit menaruh perhatian padaku.
Sederhana bukan? Karena aku tak pernah meminta lebih. Aku selalu meminta hal-hal kecil yang sudah cukup membuatku bahagia. Aku tak ingin merasa terlalu bahagia, karena aku ingin menikmati sedikit demi sedikit sensasi kebahagiaan itu sendiri.
Begitu sulitkah bagimu untuk mengabulkan keinginanku yang sederhana ini? Haruskah aku tetap diam? Memendamnya sendiri. Menyimpannya bagiku sendiri.


Karya  : Lidya Christin Silalahi

Sumber: http://martabakmietelor.blogspot.com/2013/07/haruskah-kusimpan-sendiri.html

Tidak ada komentar: